Wawancara Khusus; Advokat dan Pemerhati Buruh Migran Indonesia
"Ada Mafia Besar dalam Pemberangkatan Buruh Migran Ilegal"
JAKARTA – Sistem hukum di bidang ketenagakerjaan terutama bagi Pekerja Migran Indonesia diluar negeri masih menyimpan banyak permasalahan hukum.
Hal tersebut, lantaran belum ada sistem yang benar-benar membuat para mafia ilegal ini “Kapok” untuk memberangkatkan calon PMI secara ilegal.
Pada kesempatan kali ini redaksi suaramigran mewawancarai Andi Ilham Pasinringi, seorang aktivis, pemerhati dan advokat Pekerja Migran Indonesia.
Ilham Pasinringi secara khusus pernah menangani korban PMI akibat agensi ilegal dan kekerasan majikan di Arab Saudi.
Baiklah mari kita dengarkan sama-sama bagaimana perspektif hukum dalam bidang pekerja migran yang ada di luar negeri.
Redaksi suaramigran: Bagaimana penegakan Hukum selama ini terhadap sistem ketenagakerjaan yang bermasalah di luar negeri, dari aspek penempatan PMI, majikan serta upah?
Andi Ilham : Jadi, yang perlu kita ketahui bersama penegakan hukum terhadap pekerja migran Indonesia menjadi pembahasan yang sangat menarik.
Jutaan orang Indonesia, tentunya berkeinginan bekerja keluar negeri, beberapa perusahaan luar negeri banyak membuka peluang kerja dengan penawaran upah yang menjanjikan, sangat cukup untuk meningkatkan kesejahteraan bagi buruh Migran Indonesia, sehingga menjadi daya tarik dan impian tersendiri orang Indonesia untuk bekerja.
Indonesia salah satu negara yang cukup menarik perhatian oleh beberapa negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, Arab Saudi, Emirat Arab, Australia hingga Amerika, alasannya cukup unik menganggap orang Indonesia memiliki etos kerja atau sikap yang baik ketika bekerja di luar negeri.
Namun, kelebihan itu tidak cukup karena persoalan mendasar terhadap Pekerja Migran Indonesia hari ini adalah ada pada persoalan SDM. Hanya sedikit PMI kita memiliki kompetensi keterampilan khusus Spesifikasi Spesial Skill Worker (SSW) yang menempati posisi strategis di perusahaan luar negeri selebihnya sebagai karyawan biasa.
Sehubungan dengan persoalan SDM tersebut, sehingga menimbulkan permasalahan yang sering terjadi pada PMI, seperti gaji tidak dibayar, PMI gagal berangkat, perdagangan orang, pekerjaan tidak sesuai perjanjian kerja, tindakan kekerasan dari majikan, depresi atau sakit jiwa, penipuan peluang kerja, agensi ilegal dan berbagai masalah serupa lainnya.
Nah, jika kita merujuk ke Undang-undang nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia sebagai pengganti undang-undang nomor 39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri, sangat jelas payung hukum bahwa negara wajib hadir untuk memproteksi setiap warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri dengan memberi edukasi dan advokasi terhadap PMI baik sebelum bekerja dan sesudah bekerja.
Tentunya, ketika kita mengacu pada regulasi tersebut hal ini sangat subtansial, karena pokok-pokok pengaturan dalam Undang-undang ini sebenarnya meliputi Pekerja Migran Indonesia, dia sudah harus dilindungi pada waktu dilaksanakan namanya perekrutan.
Jadi, sebelum masuk ke dunia kerja sesungguhnya dimulai dari situ (perekrutan), jadi banyak lembaga-lembaga hari ini atau penyedia tenaga kerja yang berafiliasi dengan perusahaan-perusahaan tenaga kerja atau bahkan mungkin Kementerian tenaga kerja, yang seharusnya BP2MI ini sudah harus hadir di sana untuk memberikan advokasi pendampingan-pendampingan hukum terhadap PMI-PMI yang akan berangkat keluar negeri.
Kita bisa melihat bahwa begitu krusialnya hal ini karena di awal sebelum mereka berangkat baru dijajaki orang-orang yang akan bekerja keluar negeri oleh lembaga-lembaga penyedia tenaga kerja, biasanya di sini sudah rawan penipuan.
Jadi, banyak orang tua yang menginginkan anaknya bekerja keluar negeri sudah harus keluar duit dengan adanya agensi-agensi atau lembaga penyedia. Lalu, mereka juga harus melalui proses yang sangat panjang lagi minimal 3 bulan dia harus belajar untuk pemantapan bahasa dan sebelum itu harus dilakukan tes oleh outsourcing atau perwakilan perusahaan-perusahaan jasa keluar negeri.
Nah, disini harusnya pemerintah hadir melalui BP2MI, setelah mekanisme itu berjalan dimulai dari penyedia kemudian mengikuti pendidikan di LPK dan sampai nantinya diinterview oleh user atau perusahaan. Kemudian melalui tahapan administrasi oleh pemerintah, nanti setelah melewati seluruh rangkaian itu baru bisa dikawal ke negara penempatan.
Sehingga juga harus dipastikan bahwa warganegara Indonesia tidak boleh mendapatkan perlakuan-perlakuan yang diskriminatif atau bentuk terjadinya pelanggaran hak asasi manusia, negara harus hadir untuk melindungi.
Ini, merupakan tugas dari KBRI yang ada di sana untuk warganegara Indonesia yang bekerja di luar negeri dan ini juga yang harus kita pikirkan bersama bahwa kejadian-kejadian yang diatas sering terulang, seperti masuk dalam skema lingkaran setan, karena ini tidak hanya berhenti sampai disini, kita tentunya biasa mendengar bahkan melihat PMI ini mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan.
Redaksi suaramigran : Bisa diceritakan bentuk advokasi PMI yang selama ini pernah ditangani, bagaimana prosesnya!
Andi Ilham : Kita pernah mendampingi salah satu pekerja migran ilegal yang menjadi korban kekerasan oleh majikannya, TKW tersebut berakhir tragis dan mayatnya waktu itu dimasukkan dalam koper.
Korban dengan inisial AF ini, kronologinya, sebelum dia berangkat bekerja keluar negeri itu, yang mengiming-iming untuk ke sana itu adalah agensi ilegal, karena bisa kita pahami di Indonesia ini banyak oknum atau mafia yang memiliki jaringan sampai keluar negeri yang memudahkan akses-akses mereka. Mereka berupaya bagaimana bisa mencari orang-orang Indonesia dengan tawaran bekerja ke luar negeri dengan iming-iming gaji yang cukup tinggi.
Sehingga masyarakat awang yang tidak memiliki SDM dan kompetensi atau skill keterampilan kerja mereka tergiur bisa bekerja ke luar negeri karena iming-iming tadi.
Bahkan kita mendengar dari beberapa calon PMI waktu itu yang belum sempat berangkat tapi tidak memiliki SDM atau keterampilan kerja yang memadai untuk bisa bekerja kesana itu diimingi dengan umrah, naik haji. Nah, orang-orang seperti itu, yang tinggal di daerah, tentunya akan tergiur, apalagi besaran nominal gaji yang didapatkan berbeda dengan jalur resmi.
Saudara AF yang menjadi korban ini, kemudian diusut oleh pihak kepolisian negara Arab Saudi, karena kejadiannya waktu itu di Mekah. Dan yang menemukan itu warga negara Indonesia yang ikut terlibat juga dalam pembunuhan karena menurut kronologinya waktu itu AF ini lari dari tempat kerjanya karena disiksa oleh majikannya bahkan tidak mendapatkan gaji dan hanya membawa pakaian di badan waktu itu.
Dan dia berangkat kesana itu punya riwayat penyakit paru-paru, akhirnya dia memilih lari dari majikannya kemudian ketemu dengan warga negara Indonesia tinggal di tempat itu di situ dia meninggal dan akhirnya berangkat dari itu karena mungkin pihak yang ditempati meninggal itu takut dengan peristiwa itu maka mayatnya dimasukkan dalam koper dan ditemukan oleh kepolisian disana.
Ini, menjadi satu pembelajaran bahwa kasus-kasus seperti ini banyak terjadi terutama di Arab Saudi, yang memang prosesnya tidak legal, karena memikirkan kepentingan profit semata tanpa ada pertanggungjawaban aspek kemanusiaannya.
Kita juga harus pahami bahwa mekanisme pemberangkatan melalui sistem yang ilegal itu tidak akan mendapatkan jaminan-jaminan atau santunan-santunan dari Negara ketika terjadi seperti itu.
Karena negara juga tidak bisa mengetahui keberadaan-keberadaan mereka bahwa ada yang sampai ke sana itu bukan menggunakan Visa kerja tapi hanya menggunakan Visa kunjungan, dan anehnya proses itu terjadi begitu saja dan bisa lolos oleh pihak imigrasi.
Ini pertanyaannya ada apa? Kok bisa orang-orang Yang tadinya tidak memiliki keterampilan kerja basic, pendidikannya juga tidak menyesuaikan dengan kebutuhan negara ditempati, bahkan pengalaman saya melihat kasus ini pihak korban ini berangkat ke sana dengan dokumen-dokumenn, ktp, paspor, semua diurus dan dipalsukan dan anehnya di migrasi kenapa bisa lolos?
Saya melihat bahwa persoalan ini sudah menjadi semacam lingkaran setan. Karena, pendistribusian tenaga kerja keluar negeri ini ditunggangi oleh jaringan-jaringan mafia, ini yang harus diberantas oleh negara.
Karena, pada dasarnya semua atau setiap warga negara yang berangkat keluar negeri tidak memiliki mekanisme yang sah atau legal maka itu bisa masuk dalam kategori tindak kejahatan human trafiking atau perdagangan orang.
Tapi, kalau itu dilakukan dengan mekanisme dan sistem yang baik, memang terinteraksi dengan Kementerian tenaga kerja kemudian diketahui oleh BP2MI dan pihak kedutaan, perusahaan yang di tempat juga jelas atau user itu terdaftar, ini tidak masuk dalam tindak pidana human trafiking, karena dia legal bahkan bisa mendapatkan perlindungan kerja dari negara.
Nah, ini yang susah, karena negara juga perlu perangkat-perangkat yang kuat untuk mampu mendeteksi setiap warga negaranya baik itu yang bekerja keluar negeri dengan namanya dengan sistem yang legal begitu juga yang ilegal tetap mereka harus bisa dipantau oleh negara.
Kisah AF ini adalah korban dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Redaksi suaramigran : Apa harapan besar penegakan hukum untuk PMI?
Andi Ilham : Kita mempunyai harapan besar kepada pemerintah untuk melindungi warganegaranya, jangan sampai PMI kita terus mendapatkan perlakuan kekerasan di luar negeri.
Ini juga terkait dengan marwah dan harga diri kita sebagai bangsa Indonesia, jadi kita berharap kedepannya ada penguatan sistem terhadap penegakan hukum terhadap PMI, kita harusmenata kembali hubungan kerjasama antar negara, itu penting.
Serta harus ada jaminan hukum kepastian perlindungan hukum kepada PMI, karena negara -negara yang bagus perlindungan hukumnya seperti Jepang, Korea Selatan, Uni Emirat, Arab Saudi, Amerika, Australia itu harus diperkuat lagi dan negara-negara yang hari ini menggunakan jasa tenaga kerja atau menggunakan jasa PMI kita seperti Arab Saudi, negara-negara ini harus betul-betul bisa untuk diajak diplomasi lagi, menuangkan dalam bentuk perjanjian atau semacam ada jaminan bahwa warga Indonesia boleh bekerja di luar negeri berdasarkan permintaan negara yang bersangkutan tapi dengan catatan bahwa warganegara Indonesia tidak boleh ada lagi yang mendapatkan perlakuan-perlakuan kekerasan dan diskriminasi, termasuk upah yang tidak dibayarkan oleh majikan.
Kita cukup mengapresiasi tindakan Bapak Prabowo dulu yang berani untuk menyewa pengacara-pengacara atau lawyer dari Indonesia dan dari luar negeri, bertujuan bagaimana melindungi warganegara yang menghadapi kasus-kasus di sana, walaupun sikap warganegara Indonesia tidak bisa langsung dikatakan dia bersalah.
Tapi, kita harus melihat juga bahwa konstruksi kasus ini kronologinya ini harus runut dan jelas, karena tidak ada kejahatan yang terjadi begitu saja tentu ada penyebabnya, walaupun mungkin warga Indonesia bisa saja melakukan dugaan kekerasan atau tindakan kejahatan di luar negeri itu pasti ada kronologi kronologinya atau motivasi-motivasinya.
Nah, ini juga yang harus diperhatikan kembali supaya tidak terjadi lagi hal seperti itu. Kemudian, yang harus juga kita pikirkan bersama ini adalah perusahaan-perusahaan luar negeri yang tidak bisa memberikan jaminan kepastian atau perlindungan hukum terhadap PMI kita, ya kerjasama itu tidak perlu dilanjutkan.
Karena tujuan kita mengirim warganegaraan Indonesia sebagai PMI di sana, bukan hanya keuntungan finansial atau sebagai pahlawan devisa dalam tanda kutip, bahwa mereka hanya dihargai ketika memiliki manfaat tenaga kerja yang disalurkan disana.
Redaksi suaramigran: Dan yang terakhir, apa yang perlu dibenahi dari aspek hukum bagi PMI?
Andi Ilham: Ya, yang perlu dibenahi adalah sistem penegakan hukum kita, sudahkah negara hadir disana disetiap ada persoalan-persoalan yang ada? Karena kita tidak bisa pungkiri bahwa PMI Ilegal itu ada, tapi tidak bisa banyak tidak bisa menjamur.
Nah, penduduk Indonesia ini kan berada di bawah cluster prasejahtera, kasus-kasus yang banyak bermunculan itu pasti bisa kita katakan hampir sebagian besar berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, itu pemasok PMI terbanyak.
Pemerintah harus betul-betul memperhatikan kerjasama dengan penegakan hukum seperti Kepolisian, dan pihak BP2MI dan lembaga-lembaga lain.
Jadi keterlibatan BP2MI bukan hanya sebagai sebatas lembaga negara yang hanya menjalankan tugas-tugasnya saja yang bersifat normatif, namun secara tindakan ya harus memiliki kekuatan untuk menjalankan amanah undang-undang.
Kalau BP2MI ini belum memiliki kekuatan penuh untuk mengeksekusi itu harusnya pihak pemerintah dalam hal ini DPR bagaimana membuat payung hukum yang lebih kuat lagi, supaya tidak terjadi seperti ini.
Memang perlu suatu lembaga khusus yang menangani mengenai tindak pidana atau tindak kejahatan human trafiking itu harus ada sebenarnya, karena nyawa manusia ini tidak bisa diperdagangkan, tidak bisa dikonversi dalam bentuk nominal nyawa manusia, ini sangat berharga yang dilindungi oleh Undang-undang dan dilindungi juga oleh hukum internasional. ***