Ibunda Adelina Sau Mencari Keadilan, Kepala BP2MI Menangis dan Minta Maaf
SM, JAKARTA – Menjadi momentum yang mengharukan, dimana Pertemuan Kepala BP2MI Benny Rhamdani dengan Adelina Sau, ibu dari seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang meninggal karena disiksa Majikanny di Malaysia.
Kejadian tersebut terjadi pada tahun 2018 silam. Begitu menyayat hati mendengar kisah ini. Jumat (19/11/2021) saat agenda Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas), Benny dipertemukan dengan ibunda Adelina di Aula KantorG ubernur Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dalam pertemuan yang dihadiri Wakil Gubernur, anggota Komisi IX DPR RI Dapil NTT, Forkopimda, Bupati dan Walikota se-Propinsi NTT, dan para tokoh masyarakat dan tokoh Agama.
“Saya dipertemukan dengan Orangtua Adelina Sau. PMI yang mengalami kekerasan yang dilakukan oleh Majikannya hingga meninggal dunia yang terjadi di tahun 2018. Tapi pengadilan Malaysia justru membebaskan Majikan Adelina Sau dari hukuman. Saya persimpuh menyampaikan permohonan maaf atas nama Negara kepada orangtua Adelina Sau. Karena negara gagal memperjuangkan keadilan hukum bagi Adelina Sau dan Keluarganya,” ujar Benny.
Diceritakan Benny, ia juga bertemu dengan orangtua dari PMI Meriyana Meko, yang mengalami ketidakadilan atas putusan hukum pengadilan malaysia dengan tuduhan telah melakukan penyiksaan kepada anak majikannya, yang tuduhan itu sama sekali tidak pernah dilakukannya.
Untuk diketahui, peristiwa yang menimpa Adelina ini terjadi sebelum adanya BP2MI. Benny sendiri dilantik Presiden 15 April 2020. Sebelum Presiden membentuk BP2MI berbagai persoalan perkerja migran banyak terjadi. Advokasi yang kuat justeru setelah BP2MI terbentuk.
Benny tidak segan-segan untuk melakukan dialog atau berkomunikasi dengan pihak luar negeri demi melakukan advokasi dan pembelaan terhadap nasib pekerja migran Indonesia.
Sejumlah elemen masyarakat berharap keadilan akan hadir bagi Adelina Sau. Mahkamah Persekutuan Malaysia direncanakan akan menyampaikan kesimpulan terkait kasus pidana Adelina pada 9 Desember 2021. Mereka berharap majikan Adelina, Ambika MA Shan, itu akan dihukum seberat-beratnya.
Majikan perempuan Adelina, Ambika MA Shan, digugat dengan Pasal 302 Hukum Pidana Malaysia yang memuat ancaman hukuman mati setelah diduga menyiksa Adelina, tenaga kerja asal Nusa Tenggara Timur.
Adelina, yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga di rumah Ambika, meninggal dunia di rumah sakit di Bukit Mertajam, Penang, Malaysia, pada 11 Februari 2018.
Organisasi hak asasi manusia di Malaysia, Tenaganita, mengatakan, putusan Pengadilan Banding itu sebagai “pesan berbahaya” terkait eksploitasi manusia. Majikan Adelina dibebaskan oleh Pengadilan Banding, ini sesungguhnya pesan berbahaya bagi semua.”
“Kami ingat kata-kata ibu Adelina kepada kami, ‘Dia mati bukan akibat penyakitnya, tetapi karena dia didera (disiksa)’ dan majikannya tetap dibebaskan,” kata Tenaganita melalui akun Twitter mereka.
Seperti diberitakan Kompas.com, pada April tahun lalu, membeberkan bahwa anggota parlemen dan lembaga pembela tenaga kerja migran di Malaysia mempertanyakan putusan Pengadilan Tinggi yang membebaskan Ambika MA Shan dari semua gugatan pada 18 April 2019 sesuai dengan permintaan dari pihak kejaksaan.
Musibah yang dialami Adelina telah membuat shock bukan saja publik di Indonesia, melainkan juga di Malaysia. Terkait keputusan Mahkamah, Konsulat telah mengirimkan surat resmi kepada Wakil Jaksa Penuntut dan berharap untuk dapat bertemu secepatnya dengan Wakil Jaksa Penuntut terkait guna mendapatkan klarifikasi dan penjelasan lebih lanjut.
Putusan yang menyebabkan Ambika bebas disayangkan Steven Sim, anggota parlemen Malaysia dari Bukim Mertajam.
Keputusan soal Adelina Sau tragis sebagaimana kematiannya. Saya sungguh kecewa dengan putusan pengadilan
“Saya telah meminta klarifikasi dari kantor kejaksaan dan sedang menunggu respons mereka,” sebut Sim yang juga menjabat Wakil Menteri Pemuda dan Olahraga kepada wartawan BBC News Indonesia, Jerome Wirawan, Sabtu (20/4/2020).
Sementara itu, Glorene A Das, Direktur Eksekutif lembaga pelindung pekerja migran di Malaysia, Tenaganita, mempertanyakan sistem hukum Malaysia.
“Dia (Adelina) adalah perempuan muda yang disuruh bekerja selama dua tahun tanpa bayaran. Dia adalah perempuan muda yang tubuhnya disiksa secara brutal. Kematiannya haruslah memiliki makna.”
“Mengapa pengadilan kita menggagalkannya? Mengapa Pemerintah Malaysia menggagalkannya? Di mana keadilan untuk Adelina?” tutur Glorene seperti dilaporkan Free Malaysia Today.
Tidur dengan anjing
Adelina mengalami kurang gizi dan luka-luka parah saat ditemukan tim investigasi yang diutus anggota parlemen Malaysia, Steven Sim, pada 10 Februari 2018, setelah mendapat pengaduan dari tetangga majikan Adelina.
Perempuan itu hampir tidak bisa berjalan dan diduga dipaksa tidur di beranda bersama anjing majikannya.
Adelina meninggal di rumah sakit pada keesokan harinya, 11 Februari 2018. (TimBrani/Kompas.com)